Tak Kunjung Dapat Kompensasi dari PT. Berau Coal, Kuasa Hukum Kelompok Tani Ajukan Gugatan ke Pengadilan Negeri Redeb Kalimantan Timur

IMG-20241018-WA0011

Poktan memberikan kuasa kepada Tim Hukum BASA untuk mengajukan di PN Tanjung Redeb Kelas II Kaltim.(poto:Syamsir/dok.ideNews)

BERAU-KALTIM | ideNews - Konflik agraria yang melibatkan PT Berau Coal dan Kelompok Tani Usaha Bersama di Kampung Tumbit Melayu, Berau, Kalimantan Timur, terus berlanjut dengan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh kelompok tani. Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H., kuasa hukum, menggugat perusahaan atas dugaan eksploitasi lahan 1.290 hektar tanpa ganti rugi sejak 2007.

Kelompok Tani yang berjumlah 647 anggota tersebut telah berjuang selama bertahun-tahun untuk mendapatkan kompensasi atas lahan yang mereka garap. Namun, hingga kini upaya mediasi yang dilakukan, termasuk di DPRD Provinsi Kalimantan Timur, belum membuahkan hasil. Kuasa hukum kelompok tani, Badrul Ain, mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Tanjung Redeb pada Oktober 2024.

Menurut M. Rafiq, perwakilan kelompok tani, konflik ini bermula ketika PT Berau Coal memulai aktivitas pemboran di lahan mereka pada 2004, diikuti oleh penggusuran pada 2006, dan kemudian eksploitasi tambang pada 2007. Lahan yang sebelumnya ditanami berbagai jenis tanaman pertanian digarap oleh perusahaan tanpa proses pembebasan lahan.

 

Hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Provinsi Kalimantan Timur, mendesak PT. Berau Coal untuk membayar Lahan Kelompok Tani Usaha Bersama 1.290 Ha.(poto:Syamsir/ideNews)

“Kami memiliki dokumen legalitas berupa surat garapan Sporadik dan pernyataan penguasaan fisik tanah, namun hingga kini tidak ada kompensasi yang diberikan oleh PT Berau Coal,” jelas Rafiq. Lebih lanjut, ia juga menyebutkan bahwa beberapa anggota kelompok tani menghadapi intimidasi dan kriminalisasi selama memperjuangkan hak mereka.

Menanggapi situasi ini, Badrul Ain mengungkapkan keyakinannya bahwa gugatan tersebut akan mengarah pada keadilan bagi para petani yang selama bertahun-tahun merasa hak-hak mereka dirampas. “Kami telah mengumpulkan bukti kuat, termasuk dokumen sejak tahun 2000, yang menunjukkan bahwa perusahaan melakukan pelanggaran serius,” ujarnya.

Sebelumnya, Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diselenggarakan oleh DPRD Kaltim pada November 2023 telah merekomendasikan agar PT Berau Coal membayar ganti rugi. Namun, hingga saat ini rekomendasi tersebut tidak diindahkan oleh pihak perusahaan.

M. Hafidz Halim, S.H., anggota tim hukum Badrul Ain, juga menyoroti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Berau Coal terhadap sejumlah regulasi, termasuk UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba dan Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 terkait usaha pertambangan. “Kami akan membuktikan di pengadilan bahwa PT Berau Coal melanggar regulasi hukum dan administratif,” ungkap Hafidz.

 

Tim kuasa hukum BASA di Pengadilan Negeri Tanjung Redeb Kelas II Kalimantan Timur .(poto:Syamsir/ideNews)

Hingga berita ini diturunkan, PT Berau Coal belum memberikan tanggapan resmi terkait gugatan yang diajukan. Perusahaan yang berlokasi di Jl. Pemuda No.40, Tanjung Redeb, Kec. Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, sulit dihubungi untuk klarifikasi. Syahrudin, wartawan dari Jejak Khatulistiwa, mengonfirmasi bahwa pihak perusahaan tidak mau memberikan konfirmasi. "Kami berusaha konfirmasi, tapi tidak ada tanggapan," ungkapnya kepada media idenews.id.

Hal serupa juga dialami oleh wartawan idenews.id saat menghubungi eksternal PT Berau Coal, Sabri, melalui aplikasi WhatsApp untuk meminta tanggapan terkait dugaan eksploitasi lahan serta klarifikasi mengenai mediasi yang telah dilakukan, terutama hasil Rapat Dengar Pendapat di DPRD Kaltim yang merekomendasikan ganti rugi. Upaya konfirmasi dilakukan melalui chat dan telepon sebanyak tiga kali pada Rabu malam, (16/10) namun tidak mendapat respon hingga berita ini diturunkan.

(Syamsir - ideNews)